SURABAYA, JAWA TIMUR – Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) telah mengundangkan Permenristekdikti No. 5 Tahun 2019 tentang Program Profesi Advokat pada Januari 2019. Berdasarkan Permenristekdikti tersebut, setiap sarjana hukum yang ingin menjadi advokat harus terlebih dulu menempuh pendidikan di Program Profesi Advokat, minimal selama 2 (dua) semester, yang diselenggarakan organisasi profesi advokat bekerjasama dengan perguruan tinggi terakreditasi B.
Sebagai respon terhadap beleid tersebut, UKDC menandatangani nota kesepahaman dengan Dewan Pimpinan Cabang Surabaya Perhimpunan Advokat Indonesia (DPC PERADI Surabaya) pada hari Kamis lalu (14/08/2019). Penandatanganan nota kesepahaman tersebut dibarengi dengan agenda kuliah umum untuk mahasiswa baru yang diisi oleh Hariyanto, S.H., M.Hum, Ketua DPC PERADI Surabaya, bersama Joseph Bagus Widiantoro, pendiri Millenial Speak Up.
UKDC dalam penandatanganan nota kesepahaman tersebut diwakili oleh Wakil Rektor I, Albertus Daru, S.T., M.T. Nantinya nota kesepahaman tersebut akan ditindaklanjuti oleh FH UKDC melalui perjanjian kerjasama penyelenggaraan program profesi advokat.
Ketua DPC PERADI Surabaya dalam awalan kuliah umumnya menyampaikan ihwal perubahan format Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang selama ini ditempuh selama 3 bulan menjadi Program Profesi Advokat yang nantinya perlu ditempuh dalam 2 semester. Perubahan tersebut semata-mata untuk menjaga kualitas advokat di Indonesia dalam memberikan pelayanan di bidang hukum. Dekan FH UKDC, Dian Ety Mayasari, S.H., M.Hum., juga menyampaikan target FH UKDC untuk segera merealisasikan Program Profesi Advokat.
“Kami menargetkan tahun ini selesai menyusun dokumen usulan pendirian program profesi advokat dan menyerahkannya pada Kemenristekdikti. Sumber daya manusia, kurikulum, dan sarana telah kami siapkan. Program studi baru ini menjadi wujud komitmen kami dalam memberikan pendidikan tinggi hukum berkualitas,” ujar Dekan FH UKDC. (vin)